ISOTERIK KEMALANGAN
Berbagai macam bentuk persoalan yang dihadapi manusia (personal) maupun dalam relasi persekawanan sosial sangatlah komplek. Terlebih globalisasi dengan arus informasi dan komunikasi yang setiap saat memberikan berbagai fakta sosial, entah itu yang telah dimodivikasi; dimanipulasi; maupun simulasi fakta. Toh, pada kenyataannya kita tidak dapat menafikkanya dan telah menjadi bagian kehidupan manusia serta menjadi persoalan tersendiri. Kemudian yang menjadi isu sentral dan cukup menyita perhatian banyak kalangan adalah persoalan banyak diantara kita meyakini fakta-fakta sosial yang disajikan dalam media informasi secara masal maupun informasi face to face, sebagai sebuah kebenaran sosial maupun personal (subjektif).
Berbagai macam bentuk persoalan yang dihadapi manusia (personal) maupun dalam relasi persekawanan sosial sangatlah komplek. Terlebih globalisasi dengan arus informasi dan komunikasi yang setiap saat memberikan berbagai fakta sosial, entah itu yang telah dimodivikasi; dimanipulasi; maupun simulasi fakta. Toh, pada kenyataannya kita tidak dapat menafikkanya dan telah menjadi bagian kehidupan manusia serta menjadi persoalan tersendiri. Kemudian yang menjadi isu sentral dan cukup menyita perhatian banyak kalangan adalah persoalan banyak diantara kita meyakini fakta-fakta sosial yang disajikan dalam media informasi secara masal maupun informasi face to face, sebagai sebuah kebenaran sosial maupun personal (subjektif).
Memang
kemudahan informasi dan komunikasi dengan perangkat teknologi telah mendukung
dalam belajar dengan cepat, bertindak dengan tepat, berfikir dengan benar dan
mendukung kemajuan (baca pergeseran) zaman.
Namun dalam prosesnya menyisakan bahkan mereduksi kapasitas refleksi dan
menyederhanakan dengan bermuara pada peyakinan terhadap fakta informasi sebagai
sebuah kebenaran. Implikasinya manusia
(personal) maupun persekawanan
sosial berbondong-bondong berperan dengan normal dan menikmati dengan
“menyenangkan”; sesuai dengan seharusnya yang telah diisyaratkan (norma) dalam
fakta sosial yang tersaji dimedia maupun informasi face to face. Dengan
bertindak demikian mereka mendapat “kepastian” dan tidak membuat kesalahan.
Majalah, TV, media sosial, dan media sosial yang lain menginformasikan mengenai
gaya hidup dan bahkan pandangan maupun orientasi hidup. Bahkan melebihi itu semua, cara-cara mutahir
untuk mendapatkan jabatan, kekayan atau jodoh serasi. Entah siapa yang
mengklasifikasikannya, semua tersaji di media masa dengan lembaran-lembaran
fakta sosial yang diakses secara mudah.
Dampak
dunia fakta (apa saja yang tampak) fenomena telah membawa manusia pada jurang
tragedi kemanusiaan secara personal. Apa lagi didalam suatu kota urban; Malang;
Surabaya; Semarang; Yogjakarta; Bandung; Jakarta dan kota-kota urban lain,
dimana pola pertemuan berbagai sub-kebudayaan dengan dinamika fakta-fakta
sosial yang dengan cepat silih berganti. Dengan karakteristik perubahan tidak
bertahan dalam waktu lama, yang ada hanyalah kebaruan yang bersifat sementara
dan bahkan sangat singkat. Secara logis, hal ini mengindikasikan dialektika
dengan alur refleksi yang sangat cepat antara manusia dengan fakta sosialnya.
Mungkin banyak diantara kita selamat dari tragedi kemanusiaan tersebut tetapi,
nampaknya justru lebih banyak yang terselimuti tragedi dengan indikasi sebagai
individu tak lebih dari pribadi-pribadi yang bingung untuk menilai mana sebagai
prioritas penting bagi hidupnya dan yang tidak.
Secara
kontradiktif informasi dan komunikasi dari teknologi memudahkan menjawab dan
memecahkan setiap problem yang dihadapi manusia. Dalam pola konsumsi
fakta-fakta ternyata merupakan hasil dari interpretasi yang terkait dengan
keadaan tertentu dalam suatu peristiwa dan bisa jadi terkait dengan konteks
geografis, kultur, ideologis, intelektual, maupun agama. Sekalipun fakta itu
kongkrit adanya toh pada kenyataanya masih terlalu sempit diamini sebagai
sebuah kebenaran, keindahan, maupun kebaikan.
Maka, tanpa ada
penyeleksian terhadap fakta-fakta dengan implikasi suatu refleksi, evaluasi,
dan pilihan. Dimana kesadaran pola tersebut merupakan syarat untuk mengambil
keguanaan fakta-fakta yang rasional. Secara tidak langsung telah mengantarkan
kita pada tragedi kemanusian yang pondasi moralitasnya berdasarkan pada
fakta-fakta sosial dan pada hal yang tampak secara empiris.
Berdasarkan
uraian diatas pamafest #6
mengusung tema “Isoterik Ke-malang-an”. Dimana wilayah kebatinan, rahasia,
imateri, transenden, hakikat atau isoterik ini seolah tidak relevan lagi untuk
dipakai sebagai pedoman dalam kehidupan. Dan mungkin kita sepakat kalau
kebudayaan hari ini hampir seluruhnya bermuara pada hal yang sifatnya tampak
secara fakta, lahiriah, empiris, entah itu termanifestasikan dalam kebendaan,
prestis, maupun status yang menjadi orientasi hampir banyak diantara kita. Toh
pada kenyataanya kita tidak dapat mengelakkan dari dikotomi isoterik (batin)
maupun eksoterik (lahir), keduanya kesatuan yang tidak dapat dipisahakan.
Pamafest ini diharapkan mampu membuka ruang-ruang esoteri (rahasia) untuk
menetrasi kebudayaan yang telah diselimuti ribuan lapis fakta empiris atau
lahiriah. Dari tema “Isoterik ke-Malang-an “ berhasrat
untuk menggali;
- Pertama,
dimensi terselebung yang mungkin oleh kebanyakan orang tidak diketahui sebab
musabab terjadinya tragedi kemanusiaan / kemalangan manusia secara personal.
- Kedua, kompleksitas permasalahan dalam lingkup yang lebih luas kelompok sosial maupun sebuah kota, dengan berbagai permasalahannya. Entah itu gerakan masa, kemacetan, kebisingan, kejahatan, maupun dinamika permasalahan lain.
- Ketiga, bahkan dalam lingkupan lokal malang dengan kompleksnya. Entah itu menyangkut isu hutan kota yang mau dijadikan taman, kemacetan, urbanisasi... dll.
NUR IKSAN (BREYKELE)
- Kedua, kompleksitas permasalahan dalam lingkup yang lebih luas kelompok sosial maupun sebuah kota, dengan berbagai permasalahannya. Entah itu gerakan masa, kemacetan, kebisingan, kejahatan, maupun dinamika permasalahan lain.
- Ketiga, bahkan dalam lingkupan lokal malang dengan kompleksnya. Entah itu menyangkut isu hutan kota yang mau dijadikan taman, kemacetan, urbanisasi... dll.
NUR IKSAN (BREYKELE)